Sumber: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/1848
Cuplikan:
Diperlukan kesantunan dalam bertutur sehingga kita
menjadi bangsa yang beradab. Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Pembinaan,
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim, M.S.
Isi Berita:
Jakarta—Diperlukan kesantunan
dalam bertutur sehingga kita menjadi bangsa yang beradab. Hal itu
diungkapkan Kepala Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof.
Dr. Gufran Ali Ibrahim, M.S. dalam pembukaan acara “Penyegaran
Keterampilan Berbahasa Indonesia untuk Redaktur” di Hotel Park, Jakarta
Timur, Selasa, 24 November 2015.
“Santun bukan eufemisme atau menghaluskan, katakan
dengan sejujurnya, karena itu juga merupakan bagian dari kesantunan,“
ujar Gufran.
Ia mengatakan, konsep yang digagasnya yaitu
Cermat, Apik, dan Santun (CAS) dapat dijadikan rujukan oleh insan media.
Dalam perkembangannya sekarang ini, penggunaan bahasa Indonesia di
media didominasi dengan ketidaksantunan dan penalaran yang lemah.
Contohnya penggunaan istilah “pertarungan” dalam menggambarkan pemilihan
kepala daerah (pilkada), yang seharusnya lebih tepat digunakan untuk
istilah pertandingan tinju karena menggambarkan kontak fisik.
Konsep itu juga untuk menyempurnakan jargon
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang dulu dipopulerkan
oleh Prof. Jus Badudu. Cermat berarti gramatik dan masuk akal, apik
berarti estetik dan menggugah dan santun berarti etik dan mengajak.
Konsep ini merupakan cara untuk memuliakan bahasa Indonesia menjadi
semesta budi bahasa kita. Semakin tinggi budi bahasa semakin tinggi
tingkat kecermatan, keapikan dan kesantunan kita bertutur, berbicara,
menulis dan memberitakan sehingga kita menjadi bangsa yang beradab.
Media massa merupakan penjaga gawang dalam hal
penggunaan bahasa Indonesia. Sebagai pembina bahasa Indonesia media
massa berperan menumbuhkan sikap positif berbahasa Indonesia, contohnya
adalah pengucapan kata “pascasarjana” menjadi “paskasarjana” (huruf “c”
diganti “k”) oleh media akan diikuti oleh masyarakat, meskipun guru
bahasa Indonesia sudah menyarankan memakai huruf “c” dalam pengucapan
“pascasarjana”. Selain itu, media massa juga berperan sebagai pengembang
bahasa dalam rangka menemukan dan mengenalkan istilah baru yang
menggantikan istilah bahasa asing, contohnya adalah penggunaan kata
“prestise” menjadi “gengsi” yang dilakukan oleh almarhum Wartawan
Senior, Rosihan Anwar dan istilah “incumbent” menjadi “petahana” yang
dilakukan oleh Kompas. Oleh karena itu, peran media terhadap penggunaan bahasa Indonesia sangat besar bagi masyarakat.
Kepala Bidang Pemasyarakatan, Drs. Mustakim,
M.Hum. selaku penanggung jawab kegiatan melaporkan bahwa pada tahun
2015, Bidang Pemasyarakatan mempunyai tiga kegiatan yang terkait dengan
media massa, yaitu penyediaan bahan penyuluhan untuk insan media, safari
bahasa (kunjungan ke media massa untuk menjalin kemitraan dalam upaya
mendukung pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia) dan penyegaran
keterampilan berbahasa Indonesia bagi insan media (reporter, redaktur,
wartawan dan penyiar).
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari (24—26
November 2015) itu diikuti oleh 50 orang peserta yang terdiri dari
redaktur media cetak dan elektronik. Sementara itu, materi yang akan
diberikan adalah Kebijakan Pembinaan Bahasa Indonesia di Media Massa
(Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim), Peningkatan Sikap positif terhadap
Bahasa Indonesia (Drs. Mustakim, M.Hum), Ejaan Bahasa Indonesia (Drs.
Sriyanto, M.M, M.Pd.), Bentuk dan Pilihan Kata dalam Bahasa Indonesia
(Drs. Abdul Gaffar Ruskhan, M.Hum.), Bahasa Jurnalistik bagi Redaktur
(Qaris Tajudin), Kalimat dalam Bahasa Indonesia (Prof. Dr. Dendy
Sugono), dan Paragraf dalam Bahasa Indonesia (Drs. Suladi, M.Pd.).
Kegiatan “Penyegaran Keterampilan Berbahasa
Indonesia bagi Insan Media” sudah secara rutin digelar sejak tahun 2011
dan sampai tahun 2015 sudah sebanyak 755 orang yang mengikuti kegiatan
itu dengan rincian tahun 2011 (115 orang), 2012 (120 orang), 2013 (120
orang), 2014 (200 orang) dan 2015 (200 orang). Untuk tahun 2014 dan 2015
terdiri dari empat sesi yaitu reporter, redaktur, wartawan, dan penyiar
dengan jumlah 50 orang peserta tiap sesinya.
Apabila mengacu pada data insan media yang
tercatat di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yaitu sebanyak 6223
orang, berarti baru 12,7 % insan media yang telah mengikuti kegiatan itu
dan masih menyisakan 87,3 % insan media. Sehingga diharapkan setiap
insan media yang telah mengikuti kegiatan “Penyegaran Keterampilan
Berbahasa Indonesia” dapat berbagi ilmu dengan yang belum mengikuti
kegiatan itu. (an/mla)
No comments:
Post a Comment