Oleh
Bukhori Muslim, M. Pd
bukhorimuslim079@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Kajian tentang linguistik seakan tidak pernah ada
habisnya. Penomena berbahasa baik secara verbal dan non verbal telah melahirkan
berbagai disiplin ilmu dalam bidang bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi
manusia telah mengantarkan berbagai kajian yang menarik di dalam dunia
pendidikan. Paradigama muncul ketika seseorang
memandang sebuah kehidupan melalui beranekaragam lini. Tidak ada tawar-menawar
ketika sesorang menghendaki sesuatu, akan tetapi kehendak tersebut tidak
terlepas dengan campur tangan orang lain juga. Sebagai makhluk yang tidak
terlepas dari makhluk lain tentunya membutuhkan afiliasi dengan sesama. Untuk
mencapai hal tersebut diperlukan sarana untuk menyampaikan kehendak yang dapat
mewakili pikiran. Sarana yang dimaksud adalah bahasa. Manusia tidak terlepas
dengan bahasa. Manusia hidup dan berbahasa.
Sebuah
hubungan akan sangat bermakna dan berniali positif atau negatif bergantung pada
bahasa yang digunakan. Dengan bahasa orang akan dapat dipengaruhi oleh bahasa
yang digunakan. Pengaruh tersebut bisa mengarah kepada yang menguntungkan
bahkan dapat merugikan, dikarenakan bahasa. Hal yang menguntungkan ketika
bahasa yang diguanakan dapat dipahami makna dan tujuan oleh penutur kepada
lawan tuturnya. Sebaliknya, akan merugikan ketika bahasa yang digunakan tidak
dapat dipahami makna dan tujuan dari penutur dengan lawan tuturnya.
Pemahaman
terhadap baik bahasa yang digunakan adalah bahasa tulis maupun bahasa lisan.
Dalam memahami bahasa tulis diperlukan penguasaan bahasa dari tataran kebahasan
yang paling kecil seperti bunyi atau huruf sampai pada tataran yang lebih luas
seperti wacana.
Pada
tataran morfologi kita dihadapkan dengan instilah afiksasi. Afiksasi adalah
proses pelekatan morfem terikat baik di awal, di tengah, maupun di akhir morfem
dasar. Proses afiksasi di dalam linguistik ikut andil untuk memperkaya
pembendaharaan bembentukan kata. Proses afiksasi dibagi ke dalam beberapa
bagian, yaitu: prefiks, sufiks, infiks, dan komfiks. Namun berdasarkan
fungsingya afiks dibagi ke dalam dua bagian yaitu afiks derivasi dan afiks
infleksi. Untuk lebih jelasnya mengenai proses afiksasi pada makalah ini akan
dibahas secara singkat mulai dari pengertian, jenis-jenis, dan contoh-contoh
afiks baik di dalam bahasa Indonesia maupun bahasa inggris.
B.
PEMBAHASAN
1.
Anggitan
Ihwal Afiksasi Menurut Beberapa Ahli
Afiks (afiksasi) ialah peristiwa
pembentukan kata dengan jalan membubuhkan afiks pada bentuk dasar. Mansur (2013
: 38). Dalam pernyataan yang sama Mansur menyimpulkan bahwa afiks ialah bentuk
kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal, yang merupakan unsur
langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang memiliki
kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru (2013 : 41).
Sukri (2008 : 54) proses afiksasi tidak
lain adalah proses pembubuhan atau pelekatan afiks pada bentuk/morfem dasar;
baik morfem dasar itu berbentuk tunggal maupun bentuk kompleks sehingga
menghasilkan bentukan.Putrayasa (2008 : 5) Afiksasi atau pengimbuhan adalah
proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar,
baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks.Bentuk (morfem) terikat yang dipakai
untuk menurunkan kata dinamakan afiks atau imbuhan (Hasan Alwi Dkk. 2003 : 31).Richards
(via Putrayasa, 2008 : 5) Afiks merupakan bentuk terikat yang dapat ditambah
pada awal, akhir atau tengah kata.Kridalaksana (via Putrayasa, 2008 : 5) Bentuk
terikat yang jika ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna
gramatikal.Wardhaugh (via Putrayasa, 2008 : 5) Affixes are added to bases or to
various combinations of morfhemes. Yang artinya kurang lebih sebagai berikut
penambahan afiks-afiks pada bentuk dasar atau untuk pengkombinasian pada
morfem.
Aslinda dan Leni Syafyahya
(2007 : 75) menyatakan bahawa proses pembentukan kata pada bagian afiksasi ini,
dalam BMK ada afiks yang melekat pada kata dasar da nada afiks yang melekat
pada kata ulang. Bentuk-bentuk seperti itu tetap dipakai dalam pristiwa tutur
bahasa Indonesia Minagkabau.
Sementara itu, Baure dan
Yule (dalam Ermanto, 2008) menyatakan bahwa afiks dibedakan atas afiks derivasi
dan infleksi. Afiks derivasi digunakan pada proses afiksasi yang bersifat derivasi;
afiksasi infleksi digunakan pada proses afiksasi yang bersifat infleksi. Proses
afiksasi yang bersifat derivasi akan menghasilkan leksem (kata dalam pengertian
kata leksikal) dan dari afiks yang bersifat infleksi akan menghasilkan bentuk
kata (kata dalam pengertian gramatikal) dari bentuk leksem. Intinya, hal yang
menjadi fokus perhatian dari afiksai derivasi adalah membentuk leksem baru,
sedangkan afiksasi infleksi adalah afiks yang membentuk kata yang berupa kata
gramatikal. Utuk membedakan kedua jenis afiksasi di atas sangatlah mudah, jika
suatu afiks mengubah kelas kata, mempunyai makna yang tidak tetap (tidak
teratur) disebut afiks derivasi. Sedangkan afiks infleksi dapat ditandai dengan
bentuk maknanya tetap (teratur), (Lihat Bauer 1988).
Jadi, konklusi yang dapat diambil dari
beberapa pendapat ahli di atas tentang ihwal afiksasi adalah proses afiksasi
merupakan proses pelekatan afiks-afiks pada bentuk dasar tunggal atau kompleks
pada kata dasar. Afiksasi yang dimaksud merupakan morfem. Karena satuan yang
dilekatkan dengan afiks tidak lain adalah bentuk/morfem dasar (Sukri, 2008 :
55). Morfem dasar yang dilekatkan merupakan afiks yang tidak bisa berdiri
sendiri atau terikat dengan kata dasar. Sehingga afiks yang melekat akan
mempunyai sebuah arti. Morfem dasar
terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk terikat dan bebas. Selain itu, berdasarkan pengelompokannya afiks terdiri
dari afiks derivasi dan infleksi.
2.
Jenis-Jenis Afiksasi Berdasarkan Fungsinnya
a.
Afiks Derivasi
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian makalah ini
yang dimaksud dengan afiks derivasi adalah afiks yang berfungsi untuk membentuk
leksem dan tidak memiliki makna yang tetap (tidak teratur). Pemahaman tentang
derivasi menurut Bread (dalam Ermanto.dkk, 2011) mengemukakan empat tipe
derivasi, yakni : (1) feature derivation (derivasi
fitur), (2) fungtional derivation (derivasi
fungsi), (3) transposition (transposisi),
dan (4) expressive derivation (derivasi
ekspresi). Lebih lanjut Beard menjelaskan bahwa derivasi fitur adalah derivasi
yang tidak merubah kategor derivasi, tapi mengoprasikan nilai-nilai fitur
inhern. Contoh yang dikemukakan oleh Beard dalam bahasa Rusia yakni student
(+feminine, +masculine) >studentika (+feminine, -masculinse). Selanjutnya
yang kedua derivasi fungsi tersebut juga derivasi leksikal adalah derivasi yang
menambahkan fitur pada derivasi, sehingga kata turunan itu berbeda secara
semantis. Sebagai contoh fish> fishery
(likatif of palce) oak, wool > oaken, wooln (kelas material), ketiga
trsnposisi adalah derivasi yang mengubah kategori (kelas kata) seperti verbal
menjadi noun, contohnya walk.>walking,
new> neness.
Proses derivasi yang berupa
pengimbuhan afiks derivasi dalam bahasa Indonesia dapat dilihat pada contoh
berikut:
Derivasi
per-/-an + berbuat (V) > perbuatan (N)
Proses
derivasi di atas termasuk ke dalam proses derivasi transposional karena merubah
kelas kata dari verbal (kata kerja) menjadi noun (kata benda). Berikut data
lain yang menujukan afiks derivasi per-/-an
yang menurunkan perbuatan dari kata kerja perbuatan (baik kata kerja dasar
maupun turunan) adalah sebagai berikut: perjalanan,
perbuatan, perkemahan, perlarian, persetruan, dan perdamaian. Untuk lebih
jelasnya proses afiksasi derivasi dari contoh di atas dapat dilihat pada kolom
di bawah ini:
Nomina
N Perbuatan
|
Dasar
V Perbuatan
|
Proses Avikasai
|
Perjalanan (N)
|
>< jalan (V)
|
Afiks derivasi per-/-an+ V perb
|
Perbuatan (N)
|
><berbuat (V)
|
Afiks derivasi per-/-an+ V perb
|
Perkemahan (N)
|
>< berkemah (v)
|
Afiks derivasi per-/-an +V perb
|
Perlarian (N)
|
><lari (V)
|
Afiks derivasi per-/an+Vperb
|
Persetruan (N)
|
><berstru (V)
|
Afiksasi derivasi per-/an+ V perb
|
Perdamaian (N)
|
><berdamai (V)
|
Afiksasi derivasi per-/-am+ vperb
|
Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa
afiks derivasi per-/-an berfungsi mengubah kelas kata verbal (kata kerja)
menjadi noun (kata benda) dan perubahan leksem V menjadi N. Dalam bahasa Indonesia masih banyak contoh
penggunaan afiks derivasi yang dapat merubah kelas kata, baik yang dari noun
menjadi verbal, adjektiva menjadi noun, noun menjadi verbal dan lain
sebagainya.
b.
Afiks Infleksi
Proses infleski dalam bahasa dunia dikenal dengan
konjungsi dan delinasi, konjungsi adalah alternasi infleksi pada verba dan
deklinasi adalah alternasi infleksi pada nomina dan pda kelas kata lain seperti
pronominal dan adjektiva, Verhar (dalam Ermanto, 2011). Lebih lanjut verhar
menjelaskan bahwa konjungsi (inflekso pada verba) mencakup: kala, aspek, modus,
diathesis, persona, jumlah, dan jenis. Kala adalah hal yang menyangkut waktu
atau saat (dalam hubunganya dengan saat penuturan) adanya atau terjadinya atau
dilaksanakannya apa yang diartikan oleh verba seperti kala kini, lampau. Modus
adalah pengungkapan sikap penutur terhadap apa yang dituturkan dan secara
infleksional sikap itu tampak dalam modus verbal seprti indikatif, subjungtif,
optative/desiderative, intogatif, negative. Diathesis adalah bentuk verba
transitif yang subjeknya dapat atau tidak berperan agentif; diadiathesisbedakan
sebagai aktif, pasif dan dalam bahasa tertentu juga sebagai medial. Selain itu,
banyak bahasa memarkahi, verba untuk persona (pertama, kerdua, ketiga), jumlah
(tunggal, jamak, dua, trial, paukal), jenis (maskulin, feminine, atau juga
neutrum), (Verhar dalam Ermanto, dkk, 2011).
Untuk lebih jelasnya berikut
akan diuraikan beberapa contoh afiks infleksi. Afik infleksi meN- memiliki fungsi menurunkan kata
gramatika kategori V aktif (ragam formal) dari leksem V Aksi (proses) ini
merupakan pemerkah bahwa AGEN mengisi fungsi sebagai S, dengan demikian afiks
infleksi meN akan menimbuh secara
otomatis dan teramalkan pada semua V
aksi proses baik berbentuk simple maupun dalam bentuk komplek. Proses
pembubuhan afiks infleksi meN- pada
Verval AKSI Proses berbentuk simple dapat dilihat pada canotoh berikut: -cari, -ambil, -dorong akan menjadi mencari, mengambil, mendorong.
Selanjutnya contoh afiks infleksi meN- yang
menunjukkan V AKSI Proses berbentuk kompleks adalah sebagai berikut; -daratkan, -merahkan, -ingatkan, -hilangkan
kata-kata tersebut jika dibubuhkan dengan afiks infleski meN- maka akan menjadi
mendaratkan, memerahkan, mengingatkan, menghilangkan.
Bila ditinjau dari segi
semantik atau makna maka afiks infleksimeN- adalah pemerkah aktif (S adalah
AGEN) untuk ragam formal. Hal ini dibuktikan dengan teknik ubah wujud seperti
di bawah ini:
a.
Mereka membuang sampah itu
Mereka
AKTIF (Ragam formal) buang sampah itu.
b.
Saya mengambinomor urut
Saya
AKTIF (ragam formal) ambil nomor urut
Berdasarkan
contoh di atas makna afiks meN-
adalah sebagai pemerkah aktif (ragam formal).
3.
Jenis
– Jenis Afiksasi
Adapun jenis-jenis afiksasi sesuai
dengan posisi peletakkannya dalam kaiatan dengan kata dasar. Menurut Putrayasa (2008
: 7-9) adalah sebagai berikut:
a. Prefiks
(awalan), yaitu afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar.
Contohnya : meN-, ber-,
ter-, peN-, per-, se-, ke-, di-,
Contoh prefiks di atas
merupakan prefiks yang tidak bisa berdiri sendiri atau tidak mempunyai makna
jika tidak dilekatkan dengan bentuk dasar. Berikut akan diperikan dari masing-masing
macam prefiks tersebut.
1.
Perfiks meN-
Perfiks
meN- merupakan alomorf dari morf-morf yaitu, meng-, me-, mem-, men-, meny-, dan
menge-.
Contoh:
meN- + verba meng- + ambil mengambil
meN- + verba me- + makan memakan
meN- + verba mem- + baca membaca
meN- + nomina men- + darat mendarat
meN- + verba meny- + sambut menyambut
meN- + nomina menge-
+ lap mengelap
2.
Perfiks ber-
Perfiks
ber- merupakan alomorf dari morf-morf yaitu, ber-, bel-, be-
Contoh
: ber- + nomina ber- + ombak berombak
Ber-+ verba bel-
+ ajar belajar
Ber- + verba be- + renang berenang
3.
Prefiks ter-
Prefiks
ter- merupakan alomorf dari morf-morf yaitu, ter-, tel-
Contoh
:ter- + verba ter- + buka terbuka
Tel- + verba tel- +
anjur telanjur
4.
Prefiks peN-
Perfiks
peN- merupakan alomorf dari morf-morf yaitu, peng-, pe-, pem-, men-,peny-, dan
penge-
Contoh:
peN- + verba peng- + goda penggoda
peN- + verba pe- + menang pemenang
peN- + verba pem- + borong pemborong
peN- + nomina pen- + dendam pendendam
peN- + verba meny- + serah penyerah
peN- + nomina menge-
+ tik pengetik
5.
Prefiks per-
Prefiks
per- merupakan alomorf dari morf-morf yaitu, per-, pel-
Contoh
: per- + adjektif per- + besar perbesar
per- + verba pel- + ajar pelajar
per- + nomina pe- + tani petani
6.
Prefiks se-
Prefiks
se- tidak mengalami perubahan bentuk pada saat melekat pada kata dasar. selain
itu prefiks se- bisa melkat pada kata benda dan kata bilangan.
Contoh:
se- + noun se- + piring sepiring
se- + noun se- + pohon sepohon
se- + adver se- + malam semalam
7.
Prefiks ke-
Prefiks
ke- hampir sama dengan prefiks se- yang tidak mengalami perubahan bentuk ketika
dilekatkan pada bentuk kata dasar. Prefiks ke memiliki fungsi untuk membentuk
kata bilangan atau kata benda.
Contoh:
ke- + adjektiv ke- + tua ketua
ke- + numrelia ke- + dua kedua
8.
Prefiks di-
Prefiks
di- memiliki arti untuk menyatakan tindakan pasif. Prefiks di- tidak mengalami
perubahan bentuk ketika dilekatkan pada kata dasar.
Contoh:
di- + verba di- + makan dimakan
di- + verba di- + masak dimasak
b. Infiks
(sisipan), yaitu afiks yang diletakkan dalam bentuk dasar.
Contohnya : -el-, -er-,
-em-,
Infiks merupakan
sisipan yang terletak ditengah suku kata dasar atau yang diapit oleh konsonan
dan vokal atau dengan rumus K+infks+VKVKK atau K+infiks+VKKVK
dan seterusnya.Pada proses penyisipan infiks /-el-/dan /-er-/ terjadi perubahan
kelas kata dari verba menjadi nomina.
Berikut diperikan
sesuai rumus diatas. Tunjuk (verba)
menjadi telunjuk (nomina)
K + infiks+VKVKVK
= tunjuk – Telunjuk (T+infiks {-em-}+ unjuk) dan seterusnya.
Pada proses penyisipan
infiks ini tidak terjadi perubahan kelas kata.
Berikut diperikan
sesuai rumus diatas.Gilang (nomina)
tetap nomina pada gemilang.
KinfksVKVKK
= Gilang – Gemilang (G+infiks {-em-}+ ilang)
c. Sufiks
(akhiran), yaitu afiks yang dilekatkan di belakang bentuk dasar.
Contohnya: -an, -kan,
-i
Sufiks merupakan proses
pelekatan pada akhir bentuk dasar yang dapat mengubah kelas kata verba menjadi
nomina pada sufiks /-an/.
Contoh: Bentuk dasar makan (verba) dilekatkan oleh sufiks
/-an/ menjadi makanan (nomina).
Pada kasus sufiks –kan
tidak merubah kelas kata.
Contoh: Bentuk dasar beli(verba) dilekatkan oleh sufiks
/-kan/ menjadi belikan(verba).
Pada kasus sufiks –i
terjadi perubahan kelas kata dari nomina menjadi verba.
Contoh: bentuk dasar teman (nomina) dilekatkan sufiks /-i/
menjadi temani (verba).
Greenberg (dalam
Putrayasa 2008 : 8) menggunakan istilah ambifiks untuk konfiks.
d. Simulfiks,
yaitu afiks yang dimanifestasi dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada
bentuk dasar. Simulfiks yang dimaksud adalah afiks yang dimanifestasi dengan
nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar dan fungsi untuk membentuk
verba atau memverbakan nomina, adjektiva, atau kelas kata lainnya.
Contohnya : kopi
menjadi ngopi, soto menjadi nyoto, sate menjadi nyate, kebut menjadi ngebut,
dan sabit menjadi nyabit.
e. Konfiks,
yaitu afiks yang terdiri atas dua unsur, yaitu di depan dan di belakang bentuk
dasar. Konfiks merupakan gabungan dua buah afiks yaitu prefiks dan sufiks. Pada
kasus konfiks ini proses pelekatanya harus dengan cara bersamaan yaitu prefiks
dan sufiks tersebut. Tidak akan mempunyai sebuah arti atau tidak berterimanya
sebuah kata jika dalam konfiks tersebut dilekatkan hanya dengan satu afisk baik
prefiks saja maupun sufiks saja karena tidak terdapat kaidah dan menghasilkan
arti dari sebuah kata.
Contoh: Konfiks ke-an
pada kata dasar /ada/ menjadi ‘keadaan’
Bandingkan jika salah
satu dari prefiks atau sufiks dari konfiks tersebut hanya diguanakan salah satu
baik prefiks maupun sufiks.
Contoh: Konfiks digunakan
hanya satu yaitu prefiks saja. Kata dasar /ada/ mendapat lekatan prefiks ke-
menjadi keada *tidak mempunyai arti
leksikal.
Catatan: penulis
membatasi sampai lima jenis afiksasi diatas yang sejatinya berjumlah sembilan
yang dikemukanakan oleh Putrayasa. Empat jenis yang tidak ditampilkan
disebabkan penulis hanya mengambil ihwal afiksasi yang sesuai dan terdapat dalam
bahasa indonesia saja tidak diluar bahasa indonesia.
4. Bentuk-Bentuk
Kesalahan Penggunaan Afiksasi
Kesalahan dalam berbahasa
Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah yang sudah ditentukan tidak terlepas
dari pengaruh lingkungan sekitar. Selain itu, pengaruh bahasa asing atau bahasa
daerah yang dikuasi oleh penutur turut mempengaruhi penggunaan bahasa
Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi dalam berbahasa adalah kesalahan dalam
penggunaan afiksasi. Banyak jenis afiks yang bernuansa kedaerahan masuk
mempengaruhi jenis-jenis afiks dalam bahasa Indonesia. Bentuk kesalahan
tersebut dikaitkan dengan aspek penggunaan bahasa baku, pilihan kata, sematis,
dan ejaan. Untuk lebih jelasnya berikut bentuk-bentuk kesalahan penggunaan
afikssasi.
a. Kesalahan
Proses Morfofonemis
Proses
Morfofonemis merupakan aspek keterkaitan antara morfologis dan fonologis.
Proses morfologis (proses pembentukan kata) akan melibatkan aspek fonologis.
Dalam pembentukan kata unsur perubahan fonem cukup mempengaruhi keberterimaan
kata tersebut. Pada proses afiksasi akan terjadi proses morfofonemis, yaitu
perubahan-perubahan fonem yang terjadi akibat pertemuan afiks dengan bentuk
dasar. Jika perubahan fonem tidak tepat, maka akan terjadi kesalah afiksasi.
Ada beberapa contoh bentuk kesalahan penggunaan afiksasi yang sering ditemukan
di lapangan, seperti mejaga, mencontek, mempaksa.
Kesalahan proses
morfofonemis yang terjadi pada kata mejaga
adalah proses perubahan afiks meN- pada
bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /j/
yaitu jaga. Sementara itu Alawi, at al (2003) menjelaskan kaidah morfofonemis
morfem meN. Jika morfem meN- jika dibubuhkan pada kat dasar yang
dimulai dengan fonem /j/. bentukmeN- berubah
menjadi meny-. Jadi bentuk afiks yang
benar dari kata mejaga adalah menjaga.
Selanjutnya
kesalahan proses morfofonemis pada kata mencontek
adalah proses perubahan prefiks meN-
pada bentuk dasar yang dimulai dengan fonem /c/ yaitu contek. Morfem meN- jika dibubuhkan pada kata dasar
yang dimulai dengan fonem /c/ bentuk meN-akan
berubah menjadi meny-. Sehingga
bentuk morfofonemis yang tepat adalah
menyontek.
b. Kesalahan
Penggunaan Afiks
Ada beberapa
contoh kesalahan penggunaan afiks yang berkaitan dengan aspek sintaksis dan
semantic. Hubungan afiks dengan aspek sintaksis terjadi pada saat mentukan
fungsi kata berafiks dalam kalimat. Aspek semantic berkaitan dengan penggunaan
afiks karena afiks mengandung makna tersendiri. Berikut contoh kesalahan afiks:berpukul dia dan berwajibkan.
Kesalahan
penggunaan afiks ber dalam contoh di atas berupa kata berpukul terkait dengan aspek sintaksis. Kata kerja yang digunakan
dalam kata berafiks berpukul pada
kalimat tersebut adalah kata kerja transitif karena diikuti dengan kata dia. Afiks yang tepat untuk bentuk kata
dasar pukul adalah kombinasi afiks meN-i. bentuk kata dasar pukul
diberi sufiks –i menjadi pukuli. jika dikombinasikan dengan afiks
meN-i, maka akan menjadi mempukuli. Perlu diketahui jika afiks meN- bertemu dengan fonem /p/ maka akan
mengalami peluluhan. Sehingga kata yang tepat adalah memukuli.
Kesalahan
penggunaan afiks ber-
terjadi juga pada
kata berafiks dalam
contoh di atas yang berupa kata berwujudkan.
Hal inisekait dengan aspek semantis. Afiks
ber- dalam kata berwujudkan dalam kalimat
ini mengandung makna
memiliki, sedangkan berdasarkan konteks kalimat ini kata
yang diperlukan untuk bentuk dasar
wujud adalah kata yang mengandung
makna dapat dilakukan. Afiks yang tepat untuk pembentuk verba ini adalah
prefiks ter- sehingga membentuk
kata terwujud yang
mengandung makna dapat
diwujudkan. Jadi kata yang tepat untuk berwujudkan adalah kata terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi,
Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar sosiolinguistik. Bandung :PT Reflika Aditama
Ermanto, Emidar. 2011.Afiks Derivasi Per-/-an dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan dari
Prespektif Morfologi Derivasi dan Infleksi.Padang:UNP
Ermanto. 2008.fungsi
dan Makna Afiks Infleski pada Verba Afiksasi Bahasa Indonesia. Padang:UNP
Muslich, Mansur. 2013. Tata Bentuk Bahasa Indonesia (Kajian ke Arah Tatabahasa
Deskriftif). Jakarta: Bumi Aksara.
Putrayasa, I.B. 2008. Kajian morfologi (Bentuk Derivasional Dan Infleksional). Bandung:
Refika Aditama.
Sukri,
Muhammad. 2008. Morfologi (Kajian
Bentuk dan Makna). Mataram: Cerdas Press.
Tarigan,
H.G. 2009. Pengajaran Morfologi.
Bandung: ANGKASA.
No comments:
Post a Comment