PENGUMUMAN PENTING

VISI: Pada tahun 2025 akan menjadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam menghasilkan sarjana yang profesional, menguasai IPTEKS, dan bermanfaat bagi masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai iman dan takwa

Sunday, 14 February 2016

PROSEDUR PENELITIAN DOSEN PEMULA

Sumber: http://simlitabmas.dikti.go.id/#
Pendahuluan
Program Penelitian Dosen Pemula dimaksudkan sebagai kegiatan penelitian dalam rangka membina dan mengarahkan para peneliti pemula untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan penelitian di perguruan tinggi. Cakupan program ini adalah penelitian-penelitian yang dahulu diwadahi dalam Penelitian Dosen Muda dan Kajian Wanita yang meliputi bidang kesehatan, hukum, sosial-humaniora, pertanian, MIPA, pendidikan, rekayasa, ekonomi, keolahragaan, agama, sastra-filsafat, psikologi, seni, dan budaya. Penelitian ini diperuntukkan bagi dosen pemula yang belum mempunyai jabatan fungsional Lektor Kepala dan belum bergelar doktor dari perguruan tinggi dengan status perguruan tinggi binaan.
Sejalan dengan kebijakan desentralisasi penelitian oleh Ditjen Dikti, Penelitian Dosen Pemula merupakan salah satu skema penelitian yang diperuntukkan bagi dosen tetap Perguruan Tinggi Kelompok Binaan. Selain untuk mengarahkan dan membina kemampuan meneliti, program ini juga diharapkan dapat menjadi sarana latihan bagi dosen pemula untuk mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal ilmiah baik lokal maupun nasional terakreditasi. Setelah penelitian selesai, para peneliti diwajibkan untuk menyerahkan laporan hasil penelitian, luaran publikasi ilmiah, dan diharapkan dapat melanjutkan penelitiannya ke program penelitian lain yang lebih tinggi. 

Tujuan dari penelitian dosen pemula ini adalah:
  1. untuk mengarahkan dan membina kemampuan meneliti dosen pemula; dan
  2. menjadi sarana latihan bagi dosen pemula untuk mempublikasikan hasil penelitiannya dalam jurnal ilmiah, baik lokal maupun nasional terakreditasi. 
Luaran Penelitian
Luaran wajib dari Penelitian Dosen Pemula ini adalah publikasi ilmiah dalam jurnal lokal yang mempunyai ISSN atau jurnal nasional terakreditasi. Luaran tambahan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
  1. prosiding pada seminar ilmiah baik yang berskala lokal, regional maupun nasional; dan
  2. pengayaan bahan ajar 
Kriteria dan Pengusulan
Kriteria dan persyaratan umum pengusulan Penelitian Dosen Pemula dijabarkan sebagai berikut:
  1. pengusul adalah dosen tetap di Perguruan Tinggi Kelompok Binaan berdasarkan pada pengelompokan kinerja penelitian perguruan tinggi;
  2. Tim Peneliti berjumlah 2-3 orang, dengan pendidikan maksimum S-2 dan jabatan fungsional maksimum Lektor;
  3. dalam tahun yang sama, tim peneliti hanya diperbolehkan mengusulkan satu proposal penelitian baik sebagai ketua maupun sebagai anggota peneliti;
  4. Ketua Peneliti tidak sedang menjadi ketua peneliti pada penelitian lain yang dibiayai oleh Ditlitabmas Ditjen Dikti;
  5. setiap peneliti hanya diperbolehkan mendapatkan Penelitian Dosen Pemula sebanyak dua kali, baik sebagai anggota maupun sebagai ketua peneliti;
  6. usulan penelitian harus relevan dengan bidang ilmu yang ditekuni dan mata kuliah yang diampu;
  7. jangka waktu penelitian adalah satu tahun dengan biaya penelitian Rp10.000.000,- –Rp15.000.000,-/ judul/tahun; dan
  8. usulan penelitian disimpan menjadi satu file dalam format pdf dengan ukuran maksimum 5 MB dan diberi nama NamaKetuaPeneliti_NamaPT_PDP.pdf, kemudian diunggah ke SIM-LITABMAS dan hardcopy dikumpulkan di perguruan tinggi masing-masing.
Sistematika Usulan Penelitian
Usulan Penelitian Dosen Pemula maksimum berjumlah 20 halaman (tidak termasuk halaman sampul, halaman pengesahan, dan lampiran), yang ditulis menggunakan font Times New Roman ukuran 12 dengan jarak baris 1,5 spasi kecuali ringkasan satu spasi dan ukuran kertas A-4 serta mengikuti sistematika sebagai berikut.
  • HALAMAN SAMPUL

  • HALAMAN PENGESAHAN

  • DAFTAR ISI

  • RINGKASAN (maksimum satu halaman)
    Kemukakan tujuan jangka panjang dan target khusus yang ingin dicapai serta metode yang akan dipakai dalam pencapaian tujuan tersebut. Ringkasan harus mampu menguraikan secara cermat dan singkat tentang rencana kegiatan yang diusulkan.

  • BAB 1. PENDAHULUAN
    Jelaskan tentang latar belakang pemilihan topik penelitian yang dilandasi oleh keingintahuan peneliti dalam mengungkapkan suatu gejala/konsep/dugaan untuk mencapai suatu tujuan. Perlu dikemukakan hal-hal yang melandasi atau argumentasi yang menguatkan bahwa penelitian tersebut penting untuk dilaksanakan. Masalah yang akan diteliti harus dirumuskan secara jelas disertai dengan pendekatan dan konsep untuk menjawab permasalahan, pengujian hipotesis atau dugaan yang akan dibuktikan. Dalam perumusan masalah dapat dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian. Pada bagian ini juga perlu dijelaskan tujuan penelitian secara ringkas dan target luaran yang ingin dicapai. Pada bab ini juga dijelaskan luaran apa yang ditargetkan serta kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan.

  • BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
    Uraikan secara jelas kajian pustaka yang melandasi timbulnya gagasan dan permasalahan yang akan diteliti dengan menguraikan teori, temuan, dan bahan penelitian lain yang diperoleh dari acuan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan penelitian. Pustaka yang digunakan sebaiknya mutakhir (maksimum 10 tahun terakhir) dengan mengutamakan artikel pada jurnal ilmiah yang relevan.

  • BAB 3. METODE PENELITIAN
    Uraikan secara rinci metode yang akan digunakan meliputi tahapan-tahapan penelitian, lokasi penelitian, peubah yang diamati/diukur, model yang digunakan, rancangan penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data. Untuk penelitian yang menggunakan metode kualitatif perlu dijelaskan pendekatan yang digunakan, proses pengumpulan dan analisis informasi, serta penafsiran dan penarikan kesimpulan penelitian..

  • BAB 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

    4.1 Anggaran Biaya
    Justifikasi anggaran biaya ditulis dengan terperinci dan jelas dengan format sebagaimana pada Lampiran 2. Sedangkan ringkasan anggaran biaya disusun sesuai dengan format Tabel di bawah dengan komponen sebagai berikut.

    NoJenis PengeluaranBiaya yang diusulkan (Rp)
    Tahun ITahun ...Tahun n
    1.Gaji dan upah (Maks. 20%)    
    2.Bahan habis pakai dan peralatan (40–60%)     
    3.Perjalanan (maks. 15%)     
    4.Lain-lain: publikasi, seminar, laporan, lainnya sebutkan (10-15%)    
        Jumlah    

    4.2 Jadwal Penelitian
    Jadwal pelaksanaan penelitian dibuat dengan tahapan yang jelas untuk 1 tahun dalam bentuk bar chart seperti dalam Lampiran 3.

  • DAFTAR PUSTAKA
    Daftar Pustaka disusun berdasarkan sistem nama dan tahun dengan urutan abjad nama pengarang, tahun penerbitan, judul tulisan, dan sumber atau penerbit. Untuk pustaka yang berasal dari jurnal ilmiah, perlu juga mencantumkan nama jurnal, volume dan nomor penerbitan, serta halaman dimana artikel tersebut dimuat. Hanya pustaka yang dikutip dalam usulan penelitian yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

  • LAMPIRAN-LAMPIRAN
    • Lampiran 1. Justifikasi Anggaran Penelitian (Lampiran 2).
    • Lampiran 2. Susunan organisasi tim peneliti dan pembagian tugas (Lampiran 4).
    • Lampiran 3. Biodata ketua dan anggota (Lampiran 5).
    • Lampiran 4. Surat pernyataan ketua peneliti (Lampiran 6).

Tuesday, 9 February 2016

Materi Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia

Bagi Mahasiswa Semester III Pendidikan  Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa materi untuk mata kuliah Pembinaan  dan Pengembangan Bahasa Indonesia pertemuan ke-IX dapat diunduh dalam link berikut:

Monday, 8 February 2016

KOMPETENSI KEGURUAN



Dalam dunia pendidikan, peran guru berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karenanya, guru dituntut memiliki kompetensi yang mumpuni dalam bidang masing-masing terutama dalam proses pembelajaran. Tidak hanya mampu menguasai sebagian kompetensi semata akan tetapi menguasai keseluruhan kompetensi yang sudah ditetapkan sejalan berdasarkan rumusan Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi (PGBK).
Dalam hal ini, senada dengan pendapat Zainal mengatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional.[1] Definisi tersebut memberikan kesimpulan bahwa wajib bagi guru untuk memiliki kualifikasi akademik, sertifikat pendidik dan khususnya kompetensi yang ada, karena tanpa itu semua maka tujuan pendidikan nasional tidak akan tercapai secara maksimal.
Namun secara umum, kualitas guru di Indonesia saat ini masih rendah hal ini dapat dilihat dari hasil uji kompetensi bagi guru yang sudah dilakukan. Buruknya hasil Ujian Nasional (UN) pada beberapa provinsi juga sebagai salah satu indikator rendahnya kualitas guru. Padahal hasil ujian nasional para siswa-siswinya ternyata hasil pemberangusan kejujuran atas perintah Kepala Dinas Pendidikan, walikota, bupati dan pejabat di atasnya.[2] Sungguh ironis pendidikan kita ada dijurang kehancuran. Generasi mendatang akan menuai akibatnya. Pendidikan di negara kita bagaikan kapal laut yang sedang bocor menunggu untuk tenggelam. Bila badai datang tentu akan mudah karam.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Kebudayaan (BPSDMPK) dan Peningkatan Mutu Pendidikan (PMP), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Syahrul Gultom mengakui masih banyak guru di Indonesia terutama di daerah-daerah yang tidak lulus uji kompetensi dan sertifikasi sebagai akibat rendahnya kualitas mereka.[3]
Dalam artikel pada suara Pembaruan disebutkan, bahwa di Jakarta banyak guru diberbagai jenjang pendidikan swasta mempunyai kualitas di bawah rata-rata. enam puluh persen guru SD, 40 persen guru SMP, 43 persen guru SMA, dan 34 persen guru SMK berada di bawah kualitas yang seharusnya. Permasalahan lain yang juga timbul adalah 17,2 persen atau setara dengan 69.477 guru mengajarkan mata pelajaran yang bukan keahliannya.[4]
Sedangkan di bagian timur Indonesia, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku, Saleh Thio, menuturkan bahwa kualitas SDM yang dimiliki para guru di Maluku memang masih sangat rendah. Dari 29. 562 guru yang ada di Maluku, ternyata masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi akademik. Dia merinci, dari total jumlah guru di Maluku, yang telah memenuhi syarat kualifikasi akademik adalah guru kelompok belajar atau playgroup sebesar 83,56 persen, guru TK sebesar 71,63 persen guru SD 62,79 persen, sedangkan untuk guru SMP yang baru memenuhi syarat kualifikasi akademik hanya sebesar 32,14 persen.Dari jumlah itu yang telah memiliki sertifikat sebanyak 12,052 guru atau hanya 38,35 persen.[5]
Dari beberapa gambaran kasus di atas terkait kompetensi guru dapat disimpulkan bahwa rata-rata kompetensi guru di Indonesia masih memiliki kompetensi rendah, hal ini dibuktikan oleh rendahnya nilai hasil uji kompetensi guru pada beberapa provinsi yang ada di Indonesia. Sehingga perlu ada perbaikan secara berkesinambungan baik itu dari pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab serta mengevaluasi bidang pendidikan dan guru yang bertugas sebagai pelaksana pendidikan itu sendiri. Bahkan banyaknya pelatihan yang dilakukan pemerintah guna peningkatan kompetensi guru yang sudah dilakukan belum mampu memberikan hasil yang maksimal.
Masalah kompetensi guru merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan apapun. Agar proses pembelajaran terlaksana dengan efektif, maka selayaknya guru mempunyai berbagai kompetensi seperti kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Proses dan hasil pembelajaran bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulum, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru sebagai “aktor” yang membantu peserta didik belajar dengan baik. Guru yang kompeten karenanya akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga pembelajaran berada pada tingkat optimal.[6]
Guru bukan sekedar datang ke sekolah mengabsen kehadiran siswa, mengajar pelajaran di kelas ataupun setelah mengajar pulang ke rumah. Namun, seyogyanya guru sebagai agen pembelajaran berperan penting diantaranya sebagai fasilitatior, motivator, pemacu dan pemberi motivasi kepada peserta didik. Dengan demikian, kompetensi yang ada pada guru harus mampu untuk terus dikembangkan menjadi lebih meningkat agar tetap survive dalam kancah pendidikan. Terkadang guru yang tidak kompeten dalam bidangnya bisa saja akan mengalami kejenuhan, rasa malas, bahkan mengambil jalan pintas dengan beralih profesi bukan menjadi seorang pendidik. Sangat disayangkan memang, beberapa kasus yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang memiliki ijazah yang notabenenya menjadi seorang pendidik namun masih bisa berprofesi lain. Inilah kemudian yang perlu diperhatikan baik itu dari pihak pemerintah pada umumnya maupun para pendidik pada khususnya.
a)      Pengertian Kompetensi Guru
Dalam kamus ilmiah populer dikemukakan bahwa pengertian kompetensi adalah kecakapan, kewenangan, kekuasaan dan kemampuan.[7] Kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.[8] Dalam UU RI No 14 tentang guru dan dosen disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai, oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[9]
Adapun Broke dan Stone dalam Usman mendefinisikan bahwa competence is descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful, yang berarti kemampuan merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berati.[10] Sedangkan Syaiful Sagala berpendapat bahwa kompetensi adalah perpaduan dari penguasaan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kegiatan berfikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya.[11] Menurut Trianto, kompetensi guru adalah kecakapan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang yang bertugas mendidik siswa agar mempunyai kepribadian yang luhur dan mulia sebagaimana tujuan dari pendidikan.[12]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan dasar atau kecakapan dasar yang wajib dimiliki seorang guru baik dari segi kemampuan berinteraksi, kecakapan dalam mengajar serta keterampilan yang memadai yang diaplikasikan dalam proses pembelajaran.
Dalam upaya mewujudkan guru profesional, guru diharapkan memiliki empat dasar kompetensi berdasarkan UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 diantaranya:[13]
1.      Kompetensi Pedagogik
Manusia adalah makhluk pedagogik, artinya makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan mendidik. Meskipun demikian, kalau potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam kehidupan. Oleh karena itu, ia perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik dalam diri seorang guru terdiri dari sub-kompetensi. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik meliputi:
a.       Pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan.
b.      Guru memahami kompetensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik.
c.       Guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar.
d.      Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
e.       Mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif.
f.       Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan.
g.      Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Dengan demikian tampak bahwa kemampuan pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru haruslah di atas rata-rata, kualitas ini dapat dilihat dari aspek intelektual meliputi aspek:
a)      Logika, sebagai pengembangan kognitif yaitu mencakup kemampuan intelektual mengenali lingkungan terdiri atas enam macam seri dari yang sederhana sampai yang kompleks.
b)      Etika, sebagai pengembangan afektif yaitu mencakup kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis.
c)      Estetika, sebagai pengembangan psikomotorik yaitu kemampuan motorik mengingatkan dan mengkoordinasikan gerakan.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Guru secara terus menerus belajar sebagai upaya melakukan pembaharuan atas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Caranya sering melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka, maupun melakukan penelitian seperti penelitian tindakan kelas.
2.      Kompetensi Kepribadian
Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang. Selama hal itu dilakukan dengan penuh kesadaran. Memang, kepribadian menurut Zakiah Daradjat (1980) disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau melalui atsarnya saja. Kepribadian mencakup segala unsur, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap langkah dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari seseorang. Apabila nilai kepribadian seseorang naik, maka akan naik pula kewibawaan orang tersebut. Tentu dasarnya adalah ilmu pengetahuan dan moral yang dimilikinya. Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya.
Dilihat dari aspek psikologi kompetensi kepribadian guru menunjukkan kemapuan personal yang mencerminkan kepribadian yaitu:
a.       Mantap dan stabil
b.      Dewasa
c.       Arif dan bijaksana
d.      Berwibawa
e.       Memiliki akhlak yang mulia
Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap kepribadian yang utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh kehidupannya. Kompetensi pribadi menurut Usman (2004) meliputi:
1)      Kemampuan mengembangkan kepribadian
2)      Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi
3)      Kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan
Basuki (PGRI, 1937) dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII menyatakan bahwa kode etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.
Rumusan kode etik Guru Indonesia setelah disempurnakan dalam Kongres PGRI XIII tahun 1989 di Jakarta, diantaranya menjadi sebagai berikut:
a)      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila
b)      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
c)      Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
Dengan disempurnakannya kode etik guru ini berarti harus dijadikan barometer atau ukuran bagaimana guru bertindak, bersikap, dan berbuat dalam kehidupannya. Naik kehidupan individu, keluarga, dan sekolah maupun kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Di samping itu guru juga harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perkataan dan perbuatan, tidak munafik.
3.      Kompetensi Sosial
Artinya kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi. Sebagai makhluk sosial guru berprilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kondisi objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru melakukan interaksi sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi sosial menurut Slamet PH (200) terdiri dari sub-kompetensi:
a.       Memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan
b.      Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan pihak terkait lainnya.
c.       Membangun kerja tim yang kompak, cerdas, dinamis dan lincah.
d.      Melaksanakan komunikasi secara efektif dan menyenangkan
e.       Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya.
f.       Memiliki kemampuan mendudukan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
g.      Melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
Pada kompetensi sosial, masyarakat adalah perangkat perilaku yang merupakan dasar bagi pemahaman diri dengan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara objektif dan efisien.
4.      Kompetensi Profesional
Profesi dalam bahasa latin disebut profession yang digunakan untuk menunjukkan pernyataan publik yang dibuat oleh seseorang yang bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Guru adalah salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, meningkatkan mutu pendidikan berarti meningkatkan mutu guru. Meningkatkan mutu guru bukan hanya dari kesejahteraannya tetapi juga profesionalitasnya.
Kompetensi profesional berkaitan dengan bidang studi, menurut Slamet PH (2006) terdiri dari sub-kompetensi:
a.       Memahami mata pelajaran yang telah disiapkan untuk mengajar.
b.      Memahami standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran yang tertera dalam Peraturan Menteri serta bahan ajar yang ada dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
c.       Memahami struktur, konsep, antar mata pelajaran terkait.
d.      Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan hal itu, UU No. 14 tahun 2005 Bab II Pasal 2 ayat (1) menyatakan guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan profesional, dan profesional berarti melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok sebagai profesi dan bukan sebagai pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka.
Djojonegoro dalam Sagala mengungkapkan bahwa profesionalisme dalam suatu pekerjaan ditentukan oleh tiga faktor penting yakni:
1)      Memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian atau spesialisasi.
2)      Memiliki kemampuan memperbaiki kemampuan
3)      Memperoleh penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian tersebut.
Guru yang terjamin kualitasnya diyakini mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Penjaminan mutu guru perlu dilakukan dari waktu ke waktu demi terselenggaranya layanan pembelajaran yang berkualitas. Guru yang bermutu niscaya mampu melaksanakan pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang efektif dan efisien. Guru yang profesional diyakini mampu memotivasi siswa untuk mengoptimalkan potensinya dalam kerangka pencapaian standar pendidikan yang ditetapkan.[14] 
Sesungguhnya banyak upaya dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan keempat kompetensi guru tersebut seperti melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan yang relevan, menghadiri berbagai pertemuan ilmiah, mengadakan penelitian, khususnya PTK (Penelitian Tindakan Kelas), melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dan menulis karya ilmiah. Empat kompetensi ini saling berhubungan satu dengan lain, saling mengisi ruang sehingga guru akan terlihat lebih matang baik itu dalam aspek kemampuan, kecakapan maupun keterampilan. [15]


[1] Drs. Zainal Asril, M.Pd. Microteaching (Jakarta: Rajawali Pers. 2010). Hlm. 9.
[2]Pupuh Fathurrohman & Aa Suryana, Supervisi Pendidikan dalam Pengembangan Proses Pengajaran, (Cet. 1; Bandung: Refika Aditama, 2011), hlm. 143.
[4]Suara Pembaruan, Rendah, Kualitas Guru di Indonesia, 2003.      (http://www.suarapembaruan.com/News/2003/01/220200/OpEd, diakses 27 November 2014 pukul  09.30), hlm. 1-2.
[6]Rohmad, kompetensi guru pai dalam pembelajaran berbasis tekhnologi informasi (jurnal studi keislaman:volume 8 nomor 1, september 2013, ISSN 1978-3183), hlm. 241-260.
[7] Pius A. Partanto, dan  M. dahlan Al-Barry, kamus Ilmiah Populer (Surabaya: PT.Arkola, 1994), hlm. 353.
[8] Syaiful Sagala, Kemampuan profesional guru dan tenaga kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 29.
[9] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Bandung: Fermana, 2006), hlm. 4.
[10] Drs. Moh. Usman, Menjadi Guru Profesional (Bansung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 14.
[11] Dr. H. Syaiful Sagala. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 29.
[12] Trianto, dkk. Tinjauan Yuridis hak serta Kewajiban Pendidik Menurut UU Guru dan Dosen (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006). hlm. 63.
[13]Syaiful Sagala, Kemampuan profesional guru..., hlm.29.
[14] Syaiful Sagala, Kemampuan profesional guru..., hlm. 31-41.
[15] I Nengah  Suandi, Gerakan  Menulis Karya Ilmiah: Sebuah Upaya Peningkatan Profesionalisme  Guru (Jurnal pendidikan dan pengajaran, UNDIKSHA, edisi khusus tahun XXXXI mei 2008), hlm. 519.