Dalam
dunia pendidikan, peran guru berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas
sumber daya manusia (SDM). Oleh karenanya, guru dituntut memiliki kompetensi
yang mumpuni dalam bidang masing-masing terutama dalam proses pembelajaran.
Tidak hanya mampu menguasai sebagian kompetensi semata akan tetapi menguasai
keseluruhan kompetensi yang sudah ditetapkan sejalan berdasarkan rumusan
Pendidikan Guru Berdasar Kompetensi (PGBK).
Dalam
hal ini, senada dengan pendapat Zainal mengatakan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional.
Definisi tersebut memberikan kesimpulan bahwa wajib bagi guru untuk memiliki
kualifikasi akademik, sertifikat pendidik dan khususnya kompetensi yang ada,
karena tanpa itu semua maka tujuan pendidikan nasional tidak akan tercapai
secara maksimal.
Namun secara umum, kualitas guru di Indonesia saat
ini masih rendah hal ini dapat dilihat dari hasil uji kompetensi
bagi guru yang sudah dilakukan. Buruknya hasil Ujian Nasional (UN) pada
beberapa provinsi juga sebagai salah satu indikator rendahnya kualitas guru.
Padahal hasil ujian nasional para siswa-siswinya ternyata hasil pemberangusan
kejujuran atas perintah Kepala Dinas Pendidikan, walikota, bupati dan pejabat
di atasnya. Sungguh ironis pendidikan
kita ada dijurang kehancuran. Generasi mendatang akan menuai akibatnya.
Pendidikan di negara kita bagaikan kapal laut yang sedang bocor menunggu untuk
tenggelam. Bila badai datang tentu akan mudah karam.
Kepala Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Pendidikan Kebudayaan (BPSDMPK) dan Peningkatan Mutu Pendidikan
(PMP), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Syahrul Gultom
mengakui masih banyak guru di Indonesia terutama di daerah-daerah yang tidak
lulus uji kompetensi dan sertifikasi sebagai akibat rendahnya kualitas mereka.
Dalam
artikel pada suara Pembaruan disebutkan, bahwa di Jakarta banyak guru
diberbagai jenjang pendidikan swasta mempunyai kualitas di bawah rata-rata.
enam puluh persen guru SD, 40 persen guru SMP, 43 persen guru SMA, dan 34
persen guru SMK berada di bawah kualitas yang seharusnya. Permasalahan lain
yang juga timbul adalah 17,2 persen atau setara dengan 69.477 guru mengajarkan
mata pelajaran yang bukan keahliannya.
Sedangkan di bagian timur Indonesia, Kepala Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga Provinsi Maluku, Saleh Thio, menuturkan bahwa kualitas SDM
yang dimiliki para guru di Maluku memang masih sangat rendah. Dari 29. 562 guru
yang ada di Maluku, ternyata masih banyak guru yang belum memiliki kualifikasi
akademik. Dia merinci, dari total jumlah guru di Maluku, yang telah memenuhi
syarat kualifikasi akademik adalah guru kelompok belajar atau playgroup sebesar 83,56 persen, guru TK
sebesar 71,63 persen guru SD 62,79 persen, sedangkan untuk guru SMP yang baru
memenuhi syarat kualifikasi akademik hanya sebesar 32,14 persen.Dari jumlah itu
yang telah memiliki sertifikat sebanyak 12,052 guru atau hanya 38,35 persen.
Dari
beberapa gambaran kasus di atas terkait kompetensi guru dapat disimpulkan bahwa
rata-rata kompetensi guru di Indonesia masih memiliki kompetensi rendah, hal
ini dibuktikan oleh rendahnya nilai hasil uji kompetensi guru pada beberapa
provinsi yang ada di Indonesia. Sehingga perlu ada perbaikan secara berkesinambungan
baik itu dari pemerintah selaku pihak yang bertanggung jawab serta mengevaluasi
bidang pendidikan dan guru yang bertugas sebagai pelaksana pendidikan itu
sendiri. Bahkan banyaknya pelatihan yang dilakukan pemerintah guna peningkatan
kompetensi guru yang sudah dilakukan belum mampu memberikan hasil yang
maksimal.
Masalah
kompetensi guru merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap guru
dalam pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan apapun. Agar proses
pembelajaran terlaksana dengan efektif, maka selayaknya guru mempunyai berbagai
kompetensi seperti kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian
yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Proses dan hasil
pembelajaran bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi
kurikulum, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru sebagai
“aktor” yang membantu peserta didik belajar dengan baik. Guru yang kompeten
karenanya akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga pembelajaran berada
pada tingkat optimal.
Guru
bukan sekedar datang ke sekolah mengabsen kehadiran siswa, mengajar pelajaran
di kelas ataupun setelah mengajar pulang ke rumah. Namun, seyogyanya
guru sebagai agen pembelajaran berperan penting diantaranya sebagai
fasilitatior, motivator, pemacu dan pemberi motivasi kepada peserta didik.
Dengan demikian, kompetensi yang ada pada guru harus mampu untuk terus
dikembangkan menjadi lebih meningkat agar tetap survive dalam kancah
pendidikan. Terkadang guru yang tidak kompeten dalam bidangnya bisa saja akan
mengalami kejenuhan, rasa malas, bahkan mengambil jalan pintas dengan beralih
profesi bukan menjadi seorang pendidik. Sangat disayangkan memang, beberapa
kasus yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang memiliki ijazah
yang notabenenya menjadi seorang pendidik namun masih
bisa berprofesi lain. Inilah kemudian yang perlu diperhatikan baik itu dari
pihak pemerintah pada umumnya maupun para pendidik pada khususnya.
a) Pengertian
Kompetensi Guru
Dalam kamus ilmiah
populer dikemukakan bahwa pengertian kompetensi adalah kecakapan, kewenangan,
kekuasaan dan kemampuan. Kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang
diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.
Dalam UU RI No 14 tentang guru dan dosen disebutkan bahwa kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai, oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Adapun Broke dan Stone
dalam Usman mendefinisikan bahwa competence is descriptive of qualitative
nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful, yang berarti
kemampuan merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak
sangat berati.
Sedangkan Syaiful Sagala berpendapat bahwa kompetensi adalah perpaduan dari
penguasaan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam
kegiatan berfikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya. Menurut
Trianto, kompetensi guru adalah kecakapan, kemampuan dan keterampilan yang
dimiliki oleh seseorang yang bertugas mendidik siswa agar mempunyai kepribadian
yang luhur dan mulia sebagaimana tujuan dari pendidikan.
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan dasar atau kecakapan
dasar yang wajib dimiliki seorang guru baik dari segi kemampuan berinteraksi,
kecakapan dalam mengajar serta keterampilan yang memadai yang diaplikasikan dalam
proses pembelajaran.
Dalam upaya mewujudkan guru profesional, guru diharapkan
memiliki empat dasar kompetensi berdasarkan UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005
diantaranya:
1. Kompetensi Pedagogik
Manusia adalah makhluk pedagogik, artinya makhluk Allah
yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan mendidik. Meskipun demikian,
kalau potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam
kehidupan. Oleh karena itu, ia perlu dikembangkan dan pengembangan itu
senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan. Adapun yang dimaksud
dengan kompetensi pedagogik dalam diri seorang guru terdiri dari
sub-kompetensi. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam pengelolaan
peserta didik meliputi:
a. Pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat
pendidikan.
b. Guru memahami kompetensi dan keberagaman
peserta didik, sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai
keunikan masing-masing peserta didik.
c. Guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus
baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar.
d. Guru mampu menyusun rencana dan strategi
pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
e. Mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik
dengan suasana dialogis dan interaktif.
f. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar
dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan.
g. Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta
didik melalui kegiatan intrakurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
Dengan demikian tampak bahwa kemampuan pedagogik bagi
guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru haruslah di atas
rata-rata, kualitas ini dapat dilihat dari aspek intelektual meliputi aspek:
a) Logika, sebagai pengembangan kognitif yaitu
mencakup kemampuan intelektual mengenali lingkungan terdiri atas enam macam
seri dari yang sederhana sampai yang kompleks.
b) Etika, sebagai pengembangan afektif yaitu
mencakup kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang
meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis.
c) Estetika, sebagai pengembangan psikomotorik
yaitu kemampuan motorik mengingatkan dan mengkoordinasikan gerakan.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, guru perlu berfikir
secara antisipatif dan proaktif. Guru secara terus menerus belajar sebagai upaya
melakukan pembaharuan atas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Caranya sering
melakukan penelitian baik melalui kajian pustaka, maupun melakukan penelitian
seperti penelitian tindakan kelas.
2. Kompetensi Kepribadian
Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan
meningkatkan citra diri dan kepribadian seseorang. Selama hal itu dilakukan
dengan penuh kesadaran. Memang, kepribadian menurut Zakiah Daradjat (1980) disebut
sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui
lewat penampilan, tindakan, dan ucapan ketika menghadapi suatu persoalan, atau
melalui atsarnya saja. Kepribadian mencakup segala unsur, baik fisik maupun
psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap langkah dan tingkah laku
seseorang merupakan cerminan dari seseorang. Apabila nilai kepribadian
seseorang naik, maka akan naik pula kewibawaan orang tersebut. Tentu dasarnya
adalah ilmu pengetahuan dan moral yang dimilikinya. Kepribadian akan turut
menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau
sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya.
Dilihat dari aspek psikologi kompetensi kepribadian guru
menunjukkan kemapuan personal yang mencerminkan kepribadian yaitu:
a. Mantap dan stabil
b. Dewasa
c. Arif dan bijaksana
d. Berwibawa
e. Memiliki akhlak yang mulia
Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki
sikap kepribadian yang utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam
seluruh kehidupannya. Kompetensi pribadi menurut Usman (2004) meliputi:
1) Kemampuan mengembangkan kepribadian
2) Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi
3) Kemampuan melaksanakan bimbingan dan
penyuluhan
Basuki (PGRI, 1937) dalam pidato pembukaan Kongres PGRI
XIII menyatakan bahwa kode etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan
pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya
bekerja sebagai guru.
Rumusan kode etik Guru Indonesia setelah disempurnakan
dalam Kongres PGRI XIII tahun 1989 di Jakarta, diantaranya menjadi sebagai
berikut:
a) Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila
b) Guru berusaha memperoleh informasi tentang
peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
c) Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
Dengan disempurnakannya kode etik guru ini berarti harus
dijadikan barometer atau ukuran bagaimana guru bertindak, bersikap, dan berbuat
dalam kehidupannya. Naik kehidupan individu, keluarga, dan sekolah maupun
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Di samping itu guru juga harus
mampu mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari
ajaran agama, misalnya jujur dalam perkataan dan perbuatan, tidak munafik.
3. Kompetensi Sosial
Artinya kompetensi sosial terkait dengan kemampuan guru
sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi. Sebagai makhluk sosial guru
berprilaku santun, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan
secara efektif dan menarik mempunyai rasa empati terhadap orang lain. Kondisi
objektif ini menggambarkan bahwa kemampuan sosial guru melakukan interaksi
sebagai profesi maupun sebagai masyarakat, dan kemampuan mengimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi sosial menurut Slamet PH (200) terdiri dari
sub-kompetensi:
a. Memahami dan menghargai perbedaan serta
memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan
b. Melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan
kawan sejawat, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan pihak terkait lainnya.
c. Membangun kerja tim yang kompak, cerdas,
dinamis dan lincah.
d. Melaksanakan komunikasi secara efektif dan
menyenangkan
e. Memiliki kemampuan memahami dan
menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya.
f. Memiliki kemampuan mendudukan dirinya dalam
sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
g. Melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang
baik.
Pada kompetensi sosial, masyarakat adalah perangkat
perilaku yang merupakan dasar bagi pemahaman diri dengan bagian yang tidak
terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara
objektif dan efisien.
4. Kompetensi Profesional
Profesi dalam bahasa latin disebut profession yang
digunakan untuk menunjukkan pernyataan publik yang dibuat oleh seseorang yang
bermaksud menduduki suatu jabatan publik. Guru adalah salah satu faktor penting
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, meningkatkan mutu
pendidikan berarti meningkatkan mutu guru. Meningkatkan mutu guru bukan hanya
dari kesejahteraannya tetapi juga profesionalitasnya.
Kompetensi profesional berkaitan dengan bidang studi,
menurut Slamet PH (2006) terdiri dari sub-kompetensi:
a. Memahami mata pelajaran yang telah disiapkan
untuk mengajar.
b. Memahami standar kompetensi dan standar isi
mata pelajaran yang tertera dalam Peraturan Menteri serta bahan ajar yang ada
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
c. Memahami struktur, konsep, antar mata
pelajaran terkait.
d. Menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan hal itu, UU No. 14 tahun 2005 Bab II Pasal
2 ayat (1) menyatakan guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan profesional, dan profesional berarti melakukan sesuatu
sebagai pekerjaan pokok sebagai profesi dan bukan sebagai pengisi waktu luang
atau sebagai hobi belaka.
Djojonegoro dalam Sagala mengungkapkan bahwa
profesionalisme dalam suatu pekerjaan ditentukan oleh tiga faktor penting
yakni:
1) Memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan
oleh program pendidikan keahlian atau spesialisasi.
2) Memiliki kemampuan memperbaiki kemampuan
3) Memperoleh penghasilan yang memadai sebagai
imbalan terhadap keahlian tersebut.
Guru yang terjamin kualitasnya diyakini mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Penjaminan mutu guru perlu
dilakukan dari waktu ke waktu demi terselenggaranya layanan pembelajaran yang
berkualitas. Guru yang bermutu niscaya mampu melaksanakan pendidikan,
pengajaran dan pelatihan yang efektif dan efisien. Guru yang profesional
diyakini mampu memotivasi siswa untuk mengoptimalkan potensinya dalam kerangka
pencapaian standar pendidikan yang ditetapkan.
Sesungguhnya banyak upaya dapat dilakukan dalam rangka
mewujudkan keempat kompetensi guru tersebut seperti melalui kegiatan pendidikan
dan pelatihan yang relevan, menghadiri berbagai pertemuan ilmiah, mengadakan
penelitian, khususnya PTK (Penelitian Tindakan Kelas), melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi, dan menulis karya ilmiah. Empat kompetensi ini saling berhubungan satu
dengan lain, saling mengisi ruang sehingga guru akan terlihat lebih matang baik
itu dalam aspek kemampuan, kecakapan maupun keterampilan.